JELAJAHSULUT.COM– Diskusi Ketenagakerjaan yang digelar Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Utara di Aula Disnakertrans, Rabu (10/9/2025), menuai kritik tajam dari kalangan buruh.
Pasalnya, pertemuan tersebut berakhir tanpa menghasilkan kesimpulan maupun rekomendasi untuk Gubernur Sulut ataupun pemerintah pusat.
Sekretaris FSP NIBA SPSI Sulut, Johanes George, menilai forum tersebut hanya sekadar ajang formalitas.
“Kalau hanya bicara tanpa kesimpulan dan rekomendasi, lebih baik tidak usah digelar. Saya kira diskusi ini hanya untuk laporan ke Pak Gubernur, seolah persoalan buruh sudah ditindaklanjuti setelah demo di kantor gubernur,” tegasnya.
Johanes juga menyinggung kehadiran Staf Khusus Gubernur Bidang Tenaga Kerja yang dinilai tidak memahami secara spesifik persoalan buruh di Sulut. “Kalau tidak paham masalah buruh, bagaimana bisa memberi solusi?” ujarnya.
Nada kekecewaan serupa disampaikan Ketua FSP PPMI SPSI Sulut, Aswin Lumintang. Ia menyoroti pernyataan Kadisnakertrans Sulut yang beralasan tidak optimal dalam pengawasan kasus ketenagakerjaan karena keterbatasan personel dan dana.
“Itu alasan klasik. Harusnya tidak keluar dari seorang kepala dinas. Buruh jadi korban, tidak mendapatkan haknya secara adil,” tegas Aswin.
Selain Johanes dan Aswin, sejumlah tokoh buruh lain juga turut memberi masukan, di antaranya Ketua Korwil KSBSI Sulut Lucky Sanger yang menyinggung soal bantuan Pemprov ke organisasi buruh, serta beberapa aktivis buruh lain seperti Tommy Sampelan, Jack Andalangi, Romel Sondakh, Max Bawotong, dan John Pade.
Diskusi ini dipimpin langsung Kadisnakertrans Sulut, Rahel Ruth Rotinsulu, S.STP, M.Si, didampingi Staf Khusus Gubernur Bidang Tenaga Kerja Giovany Paulus Kaunang serta perwakilan Desk Ketenagakerjaan Polda Sulut. Namun bagi buruh, pertemuan tersebut belum mampu memberikan jawaban konkret atas persoalan ketenagakerjaan yang semakin kompleks di daerah ini.
