Bacaan: Roma 14 : 1 – 12
Tema Bulanan: Merajut Spiritualitas Bergereja, Berbangsa dan Bernegara
Tema Mingguan: Jangan Menghakimi
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Kendati ada Undang-Undang IT yang menjamin kebebasan dan membatasi penyalahgunaan media sosial, namun masih terjadi penyebaran informasi yang tidak bertanggung jawab. Seperti penyebaran paham radikalisme, eksklusivisme dan individualisme. Pembenaran diri dan menyalahkan pendapat orang lain yang bernuansa menghakimi dan mendeskriditkan pihak lain adalah keadaan yang memprihatinkan. Sebab pada gilirannya terjadi polarisasi dalam masyarakat. Lebih parah lagi, medsos menjadi sarana penyebaran berita bohong (hoaks). Ha1-hal demikian tidak hanya terjadi dalam konteks politik, sosial kemasyarakatan, tetapi telah memasuki interaksi orang percaya dalam bergereja. Menghadapi dan menyikapi realitas kehidupan jemaat dan masyarakat seperti yang tergambar dalam uraian di atas maka perenungan sepanjang minggu ini dipilih tema : ” Jangan Menghakimi”.
PEMBAHASAN TEMATIS
• Pembahasan Teks Alkitab (exegese):
Surat Paulus kepada jemaat di Roma ditulis saat berada di Korintus, di rumah Gayus pada tahun 57 Masehi. Kekristenan cepat menyebar di kota Roma sebelum Paulus tiba di sana. Seperti pepatah lama berkata “banyak jalan menuju ke Roma”.
Di sana terdapat banyak akses jalan yang dibangun di setiap daerah yang dikuasai kekaisaran Roma untuk mempermudah dan mempercepat mobilitas pengiriman bahan makanan, material, pasukan, dan lain sebagainya. Termasuk penyebaran ajaran tentang Yesus Kristus. Roma merupakan pusat parlemen kekaisaran Roma dan jemaat di Roma terdiri dari Kristen Yahudi dan orang Kristen non Yahudi.
Paulus mengajak jemaat untuk saling menerima sebagai sahabat dan saudara. Orang Kristen Yahudi menganggap orang Kristen non-Yahudi bukan sebagai sahabat atau saudara seiman yang sepadan. Karena mereka berkeyakinan bahwa keselamatan harus melaksanakan hukum Taurat dan tradisi Israel sebagai bangsa pilihan Allah. Orang Kristen Yahudi merasa eksklusif “Yang Dipilih Allah”. Dalam dunia budaya Yunani-Romawi) saat itu larangan makan tidak ada pembatasan dan larangan tentang makanan. Tetapi bagi orang Yahudi makanan yang dilarang oleh HukumTaurat merupakan tuntutan iman dan wajib dilaksanakan.
Ketika orang Kristen Yahudi kembali ke Roma mereka belum berani membuka tempat khusus untuk menyembelih daging secara “kosher” (sesuai dengan adat dan peraturan hukum Taurat), karena mereka masih takut terhadap pemerintah Roma. Namun mereka tetap memelihara peraturan makanan. Daging yang tidak disembelih secara khusus dan darah dikeluarkan dinilai najis. Karena itu mereka hanya makan sayur-sayuran saja. Paulus dengan lembut menyapa dan menegur jemaat lewat ungkapan si “Lemah” yang menunjuk kepada orang Kristen Yahudi. Namun bukan berarti Paulus menunjuk kepada orang Kristen non-Yahudi sebagai yang si “Kuat”. Memang ada anggapan bahwa ungkapan ini berhubungan dengan perbandingan jumlah jemaat Kristen Yahudi dan Kristen non-Yahudi. Di mana mayoritas orang Kristen di Roma adalah orang Kristen non-Yahudi dan orang Kristen Yahudi adalah kaum minoritas. Kata “Lemah” di sini berasal dari kata Yunani astheneo berarti lemah secara fisik. Namun arti lemah digunakan Paulus merujuk ada lemah iman, kegagalan untuk percaya penuh kepada Allah tanpa pengecualian (Roma 4). Orang Kristen Yahudi sangatlah memperhatikan persoalan hari-hari raya karena ada hari yang ditetapkan lebih suci dan dikuduskan dari hari yang lain, tetapi orang Kristen Non-Yahudi beranggapan bahwa orang semua hari sama saja.
Paulus memediasi pertentangan ini dengan memberi gambaran tentang kekristenan adalah satu kesatuan dan bahwa tidak ada seorang pun hidup dan mati untuk dirinya sendiri karena baik hidup atau mati adalah milik Allah. Paulus juga memberi teguran terhadap sikap saling menghina dan menghakimi di antara mereka sebagai saudara seiman dalam Yesus Kristus. Karena pada akhirnya semua akan ada dalam pengadilan Allah atas segala perbuatan baik dan jahat (2 Korintus 5:10). Paulus mengutip Perjanjian Lama Yesaya 45:23 “Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali: dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa,(24) sambil berkata: Keadilan dan kekuatan hanya ada di dalam TUHAN.” Paulus berkata bahwa kita akan ada dalam pertanggung jawaban akan diri sendiri di hadapan Allah.
■ Makna dan Implikasi Firman Baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun berjemaat kita tidak dapat menutup diri dari keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan golongan. Bahkan pendapat atau pola pikir juga berbeda-beda karena perbedaaan latar belakang kehidupan dan kepentingan. Walaupun terdapat keberagaman dalam kehidupan kekristenan, namun jemaat merupakan satu kesatuan. Setiap orang dengan keyakinan iman melakukan untuk Tuhan dan mengucap syukur kepada Tuhan, tidak hidup bahkan mati untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Tuhan. Karena kita adalah milik Tuhan dan Tuhan berkuasa atas kita. Kita tidak dapat menghina, menghakimi, menolak mereka yang adalah saudara seiman hanya karena berbeda suku, budaya dan pandangan serta cara makan.
Keberagaman adalah anugerah Allah, di mana Allah menerima dan menyelamatkan orang yang berbeda-beda. Setiap tindakan, cara pandang melalui pola pikir, sikap hati, ucapan dan tindakan-tindakan terhadap sesama akan dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Kita akan menghadap takhta pengadilan Allah atas segala perbuatan kita, maka biarlah dengan sungguh kita memiliki sikap kerendahan hati, penuh kasih, tidak sombong, mengasihi sesama tanpa saling menyalahkan dan saling menghakimi.
“Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.”(Roma 2:1)
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Apa pemahaman saudara tentang keberagaman adalah anugerah dalam persekutuan jemaat untuk tidak saling menghakimi, juga dalam kehidupan bermasyarakat, berdasarkan Roma 14:1-12 ?
- Bagaimana seharusnya sikap gereja atau peran gereja dalam mengatasi sikap saling menghakimi dalam kehidupan berjemaat dan bermasyarakat?
POKOK-POKOK DOA
- Agar jemaat dijauhkan dari sikap saling menghakimi.
- Agar jemaat dapat saling menerima dan menghargai perbedaan dalam keberagaman yang ada.
- Agar jemaat dapat saling tolong menolong.
4. Agar persekutuan jemaat teguh sebagai satu kesatuan memuji dan memuliakan Allah.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN HARI MINGGU BENTUK III
NYANYIAN YANG DIUSULKAN:
Nyanyian Masuk: KJ No.19 Tuhanku Yesus
Nas Pembimbing: NNBT No. 9
Tinggalkan Balasan