JELAJAHSULUT.COM-Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito memberikan Kuliah Umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Jumat (14/6/2024).
Kuliah umum dengan tema “Peran Perguruan Tinggi Mengawal Pilkada Berintegritas”, dibuka Dekan FISIP Unsrat, Dr Daud Markus Liando SIP MSi.
“Kenapa tema ini diangkat? Itu karena persiapan Pilkada 2026. Berkaca pada Pilkada tahun-tahun sebelumnya, ataupun Pemilu, tantangan itu adalah Integritas,” ungkap Ferry Liando, sapaan akrab Dekan FISIP Unsrat.
Menurutnya, Undang-Undang, kelembagaan, dan sumber daya sudah diperbaiki, namun persoalan integritas sulit untuk diperbaiki.
Sementara DKPP yang diharapkan untuk mengawal integritas, sayangnya subjeknya hanya sebatas penyelenggara.
“Padahal masalah integritas bukan hanya di penyelenggara. Walau kita siapkan penyelenggara seperti malaikat, tapi kalau stakeholder lain tidak berintegritas, ini masalah juga,” tuturnya.
Katanya, dugaan mahar di partai politik yang sering terjadi, apalagi di Pilkada, sedangkan Bawaslu belum bisa masuk ke sana karena statusnya masih bakal calon.
Kemudian ada juga lembaga survei yang tidak transparan soal metodologinya, netralitas aparat, dan berita bohong yang juga berkaitan dengan integritas.
“Masalah integritas tidak semua karena penyelenggara, kadang-kadang karena adanya tekanan eksternal yang membuat penyelenggara terjebak,” sebutnya.
Bahkan masyarakat juga turut memberikan andil terhadap kualitas Pilkada karena belum bisa menjadi pemilih rasional yang tak terpengaruh faktor lain.
Sementara itu, Heddy Lugito di awal kuliah umumnya menekankan pada persoalan etik yang menjadi problem dalam negara belakangan ini.
Dirinya menyebut bahwa DKPP satu-satunya lembaga peradilan etik di dunia, namun terbatas pada penyelenggara pemilu saja.
“Etik itu bukan soal benar dan salah, tetapi lebih kepada perbuatan, perilaku, ucapan yang patut dan tidak patut dilakukan,” tandasnya.
Bila etik bermasalah, kata dia, hukum tidak akan sampai pada tujuannya, bahkan sangat mungkin persoalan hukum akan hilang.
Adapun menjelang pemilu, kata dia, banyak yang melalaikan etik, namun berdalih dengan argumentasi, ‘Apa yang dilanggar, tidak ada hukum yang dilanggar.’
“Memang mereka tidak melanggar hukum, tapi melukai rasa keadilan kita semua. Sehingga kami ikhtiarkan, mungkinkah dibentuk Mahkamah Etik Nasional yang menerima pengaduan dari publik tentang penyelenggara negara,” jelasnya.
Terkait hal ini, dirinya pun memohon dukungan dari para akademisi.
Dalam pandangannya, kampus adalah penyokong moral, penyokong pemikiran yang jernih.
“Kampus belum banyak dinodai pemikiran kekuasaan yang terlampau besar sehingga pemikiran jernih dan cemerlang dari para mahasiswa sangat dibutuhkan,” pungkasnya.
Adapun soal integritas, kata dia, itu menyangkut kejujuran, baik pada orang lain, tapi juga pada diri sendiri.
Selanjutnya berintegritas juga berarti mampu bersikap adil terhadap diri sendiri dan publik saat menjalankan tugas.
Tak hanya itu, berintegritas berarti harus mandiri dan tidak didikte oleh kemauan-kemauan di luar kewenangan, termasuk kemauan negatif diri sendiri.
“Jadi semua yang dilakukan harus akuntabel, bisa dipertanggungjawabkan, bahkan di hadapan Tuhan. Itu harus dipegang oleh siapapun, terutama penyelenggara,” tegasnya.
Usai pemaparan, kuliah umum dilanjutkan dengan diskusi bersama akademisi yang hadir.
Turut Hadir Ketua Bawaslu Sulut, Dr Ardilles Mewoh SIP MSi, serta sejumlah civitas Unsrat, khususnya FISIP