JELAJAHSULUT.COM— Anggota DPR RI dari Komisi XII, Christiany Eugenia Paruntu, menyatakan keprihatinan dan kemarahannya atas kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, akibat aktivitas pertambangan nikel yang tidak terkendali.

Dalam pernyataannya kepada media, mantan Bupati Minahasa Selatan dua periode ini menilai bahwa eksploitasi alam yang terjadi telah mengancam ekosistem unik serta merugikan masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari pariwisata dan laut.

“Raja Ampat adalah salah satu surga biodiversitas laut dunia. Jika eksploitasi tambang nikel terus dibiarkan tanpa pengawasan ketat, kita bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga mengkhianati masa depan bangsa,” tegas politisi Partai Golkar tersebut.

Tetty sapaannya yang dikenal vokal dalam isu-isu sosial dan lingkungan, meminta pemerintah pusat melalui kementerian terkait untuk segera melakukan evaluasi terhadap izin-izin tambang yang diberikan di wilayah konservasi. Ia juga mendesak adanya moratorium terhadap kegiatan pertambangan di kawasan sensitif seperti Raja Ampat.

“Komisi XII akan mendorong pembentukan tim pengawas lintas kementerian untuk meninjau langsung dampak pertambangan ini. Jangan sampai nama Indonesia rusak di mata dunia karena abai terhadap kekayaan alamnya sendiri,” ujar Christiany Paruntu.

Selain kerusakan ekosistem, ia juga menyoroti dampak sosial yang mulai dirasakan masyarakat sekitar, seperti penurunan hasil tangkapan ikan, pencemaran sumber air, serta konflik horizontal terkait pembebasan lahan tambang.

Anggota DPR RI dari Faksi Golkar ini enegaskan bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan lingkungan. Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa suara rakyat dan suara alam harus dijadikan pertimbangan utama dalam setiap kebijakan pembanguan.