Manado, JELAJAHSULUT.COM — Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulawesi Utara (Sulut) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Direksi dan Komisaris Bank Sulut/Gorontalo (BSG) serta TAPD Provinsi, Senin (17/11/2025).
RDP ini berlangsung sedikit memanas saat Anggota Banggar Henry Walukow menyampaikan interupsi terkait potensi risiko likuiditas yang mengancam bank daerah tersebut.
Walukow mengingatkan bahwa kondisi neraca yang terlihat baik tidak dapat menjadi tolok ukur utama kesehatan bank, terutama ketika melihat struktur kredit yang cenderung berat pada pembiayaan konsumtif. Ia menyebut sekitar 92 persen dari total kredit BSG yang mencapai kurang lebih Rp 15 triliun sepanjang tahun lalu disalurkan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui kredit konsumtif.
Menurutnya, ketergantungan yang terlalu besar pada kredit ASN dapat menimbulkan kerentanan jika tidak dibarengi diversifikasi portofolio yang sehat. Ia juga menilai adanya ketidakseimbangan yang lebih serius pada struktur Dana Pihak Ketiga (DPK).
Dari total DPK sekitar Rp 15 triliun, Walukow menemukan bahwa kurang lebih Rp 11 triliun berasal dari dana deposito jangka pendek dengan tenor hanya 3 hingga 12 bulan selama tahun 2024. Kondisi ini disebutnya sebagai “bom waktu” yang berpotensi mengganggu likuiditas ketika dana tersebut jatuh tempo dalam waktu bersamaan.
Ia menegaskan adanya miss match antara kredit jangka panjang yang didominasi kredit konsumtif dengan sumber pendanaan yang sebagian besar bersifat jangka pendek. Walukow kemudian meminta penjelasan mengenai langkah konkret yang akan ditempuh Direksi BSG untuk memperbaiki kondisi tersebut pada tahun 2025 hingga awal 2026.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama BSG Revino Pepah menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan upaya diversifikasi pendanaan jangka panjang. Ia menyebut BSG tidak hanya mengandalkan dana pihak ketiga, melainkan mulai memaksimalkan sumber dana lain yang lebih stabil.
Pepah mengungkapkan bahwa BSG telah menerbitkan obligasi dengan tenor lima tahun sebagai salah satu strategi memperkuat ketahanan likuiditas. Obligasi senilai Rp 750 miliar tersebut, menurutnya, menjadi sumber pendanaan jangka panjang yang lebih aman untuk menyeimbangkan struktur aset dan kewajiban. Selain itu, BSG juga menarik pinjaman dari lembaga keuangan pemerintah guna memperkuat struktur pendanaan bank.
Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada dana jangka pendek dan menjaga stabilitas likuiditas BSG di tengah tekanan ekonomi tahun 2025.
